SERINGKALI pada beberapa kasus pelecehan seksual, korban enggan untuk melaporkan karena adanya ancaman. Pelaku diduga akan menyebarluaskan konten pornografi yang berisi tindakan asusilanya terhadap korban, yang sengaja direkam untuk ‘menutup mulut’.
Revenge porn, pornografi balas dendam, begitu istilahnya. Tindakan ini biasanya muncul dari rasa sakit hati ditinggalkan, tidak ingin berpisah, memaksa rujuk kembali, atau menginginkan sesuatu tetapi tidak dituruti. Pelaku akhirnya mengancam atau menyebarkan konten intim milik pasangan atau mantan pasangan.
Di sinilah kemudian kekerasan terjadi dengan memanfaatkan ‘kesalahan korban’ terlebih dulu, sehingga pelaku beranggapan berhak melakukan balas dendam. Padahal, korban ternyata tidak bersalah sama sekali.
Mengutip Panduan Sigap Menghadapi Penyebaran Konten Intim Non Konsensual yang ditulis oleh Ellen Kusuma SAFEnet, Non-consensual dissemination of intimate images (NCII) adalah salah satu bentuk kekerasan berbasis gender online yang menjadi fenomena global saat ini.
Distribusi NCII dilakukan dengan memanfaatkan teknologi digital, seperti melalui kiriman di aplikasi chat, pengiriman email, postingan di media sosial, pengunggahan ke penyimpanan awan (cloud storage), dan lainnya.
Ancaman penyebaran ini dimaksud agar korban melakukan hal-hal yang tidak diinginkannya. Pada akhirnya, ada bentuk lain yang dialami korban seperti pencurian konten intim, duplikasi secara diam-diam, hingga meretas akun digital milik korban.
Sigap menghadapi NCII
“Penanganan penyebaran konten intim non-konsensual tidak memiliki solusi tunggal, karena konteks dan situasi yang dihadapi korban berbeda-beda,” tulis SAFE net dalam buku panduannya.
Secara umum, ada beberapa hal yang bisa dilakukan jika menjadi korban penyebaran video atau foto intim, yaitu:
- Simpan barang bukti. Untuk menghindari trauma, simpan di tempat yang tidak terlihat. Disarankan untuk menyimpannya dalam bentuk catatan kejadian kronologis.
- Putuskan komunikasi dengan pelaku. Tutup semua jalur komunikasi untuk menghindari ancaman pelaku, seperti memblokir, mendeaktivasi akun digital untuk sementara waktu, atau menghapusnya secara permanen.
- Lakukan pemetaan risiko. Tujuannya mencari tahu kebutuhan utama dan hal-hal yang bisa diupayakan untuk antisipasi jika hal tersebut kembali terjadi.
- Lapor ke platform digital. Laporkan akun pelaku atau postingan yang dibuatnya untuk mencegah konten intim tersebar lebih lanjut dan menghindar dari teror pelaku.
Dalam beberapa kesempatan Menteri PPPA Bintang Puspayoga selalu mengingatkan agar korban kekerasan seksual berani untuk berbicara, karena saat ini sudah ada undang-undang yang melindungi korban dari ancaman pelaku.
KOMENTAR ANDA